Selasa, 15 Maret 2011

Inteligensi ......


Inteligensi menurut J.W Santrock adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari.
Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah :
Faktor bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.
Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
Inteligensi dan IQ
Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti inteligensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age). Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1. Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.


Pengukuran Inteligensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
Inteligensi dan Bakat
Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.
Inteligensi dan Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.
Sumber :
Santrock, J.W. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta Putra Grafika: PT Fajar Interpratama Offset.

Selasa, 08 Maret 2011

BERCERITA TENTANG KOTA MEDAN


Traffic Light di Medan Makin Semraut
Sebenernya traffict light berfungsi untuk mengatur jalannya lalulintas. Kalau sekarang pengguna jalan yang mengatur jalannya traffict light. Terutama pengguna kendaraan bermotor dan para pengguna angkutan umum .
MEDAN|OB – Traffic light (lampu lalulintas) di sejumlah persimpangan Kota Medan seringkali mengalami kerusakan alias padam akibatnya padam sejumlah lampu traffic light tersebut lalu lintas menjadi semraut dan macet.
Pantauan wartawan di lapangan di sejumlah persimpangan Kota Medan, seperti Simpang Kesawan, Simpang Asrama zipur, di depan SPBU Pulo Brayan atau Jalan Yos Sudarso dan Simpang Teuku Amir Hamzah di mana lalu lintas terlihat merayap dan semraut.

Pengguna Jalan Lewati Garis Pembatas


SEJUMLAH pengguna jalan menunggu giliran lampu hijau untuk jalan di persimpangan jalan. Masih banyak pengguna jalan di Medan melanggar peraturan lalu lintas untuk berhenti di garis putih pembatas jalan. Diharapkan kesadaran pengguna jalan untuk mematuhi peraturan lalu lintas seperti ini demi keselamatan bersama para pengguna jalan.
Wah ..wah ...
Lebih cepat lebih baik, jadi lewat pembatas jalan itu jalan terbaik .Mungkin itu pendapat sebahagian pengguana jalan.

Berani naik angkot di Medan?

by mr. sectiocadaveris


Pernah tahu bagaimana rasanya naik kendaraan ugal-ugalan melawan arah lalu lintas di jalan raya? Ngebut di gang kecil  namun kecepatannya seperti di jalan tol? Hingga balapan dengan kendaraan sejenis dengan selisih jarak kurang dari semeter? Kalau belum, menurutku kalian harus mencoba naik kendaraan yang satu ini.

Namun sayangnya tingginya manfaat tersebut tidak diimbangi dengan perilaku berlalu lintas yang terpuji; mobil-mobil ‘malang’ ini justru dikendalikan oleh para sopir yang rada-rada ekstrem dalam mengemudi. Yang kumaksud dengan ekstrem di sini bukan cuma sekedar kecepatan tinggi, melainkan hampir membahayakan nyawa seisi umat pengguna jalan raya di sekitarnya.
Mungkin karena jumlah angkot ini sudah kebanyakan (dibanding jumlah penumpang hariannya), nggak heran setiap sopir akan selalu saling berlomba mencari sewa (*penumpang). Tidak peduli jalan besar atau jalan kecil, apabila ada dua angkot yang bersebelahan/beriringan, maka siap-siaplah menyaksikan cuplikan adegan The Fast and The Furious di jalan raya. Mereka akan saling kebut-kebutan, saling mendahului dalam mencari penumpang. Nggak tanggung-tanggung, kecepatannya bisa sampai 6o-70 km/jam di jalan yang lebarnya cuma dua jalur (bolak-balik), bahkan masuk ke jalur yang berlawanan untuk mendahului saingannya (alias: berjalan ngebut di sebelah kanan). Jarak antar mobil bisa kurang dari semeter! Apabila dalam aksinya tersebut sang sopir melihat ada penumpang yang hendak naik (atau ada yang mau turun), maka mereka akan berhenti mendadak tanpa melihat kaca spion terlebih dahulu. Yang penting dapat duit! Kebiasaan yang berbahaya ini selalu berulang, nggak heran setiap hari ada saja kejadian tabrakan dan kecelakaan, baik antara sesama angkot, maupun angkot dengan kendaraan lain. Anda penumpang yang berada di dalam kendaraan, bersiap-siaplah mengikuti uji nyali. Dan buat yang sedang berkendara di sekitar angkot, lebih baik menjauh demi keselamatan nyawa(mu). Orang waras kan selalu mengalah, bung!
Selain ugal-ugalan, kendaraan ini juga sering menyerobot jalan orang lain. Bahkan pernah hingga naik ke trotar yang semestinya tempat pejalan kaki. Alkisah angkot tersebut ingin belok kiri di persimpangan lampu merah (*peraturannya belok kiri boleh jalan terus), namun karena terhalang oleh kendaraan lain dan menyisakan celah hanya sekitar 0,5 meter untuk lewat, maka separuh kiri angkot tersebut memanjat  trotoar setinggi agar bisa lewat. Mirip-mirip aksi off-road dengan mobil 4×4. Berbahaya memang, apalagi buat pejalan kaki yang kebetulan lewat.
Di persimpangan, kendaraan ini juga terkenal kurang disiplin. Kebetulan kebanyakan persimpangan lampu merah di Medan menggunakan timer yang memungkinkan para pengendara menghitung lamanya lampu merah dan hijau. Apabila angkot ini sedang melaju kencang menuju perempatan, di mana timer menujukkan lampu hijau tinggal tersisa 1 detik lagi, maka mereka akan memaksakan kendaraannya untuk menerobos perempatan tidak peduli akan ada kendaraan yang datang dari arah berlawanan. Atau sebaliknya, setelah antri sekian lama di lampu merah, begitu berganti lampu hijau mereka akan membunyikan klakson sekeras-kerasnya untuk menyuruh kendaraan lain minggir (padahal lagi sama-sama antri lho).
Dari segi keamanan berkendara dan menumpang, bagian dalam angkot juga rada-rada berbahaya. Tidak ada sabuk pengaman untuk yang duduk di depan. Tidak ada pegangan untuk yang duduk di dekat pintu masuk. Malahan, beberapa angkot meletakkan tangki bensinnya di depan (di samping sopir). Hal ini banyak terdapat pada angkot tua (jenis hijet), di mana bensin disimpan dalam jerigen di kabin depan lalu dialirkan menggunakan selang tipis ke mesin. Seakan dianggap kurang berbahaya, si sopir merokok pula sambil menyetir. Hanya tinggal tunggu nasib, percikan abu rokoknya akan masuk menyelusup ke dalam jerigen bensin. Dan angkot tersebut akan berubah menjadi bom raksasa. :-(
Perilaku verbal para sopir juga banyak yang tidak terpuji. Tidak semua sopir, memang, namun kebanyakan mereka sering mengeluarkan makian/perkataan yang tidak pantas didengar jika dalam kondisi tertekan (misalnya: lampu merah yang tak kunjung berganti, atau kemacetan, atau uang setoran yang belum terkumpul). Anda yang baru pertama kali pasti terkejut mendengarnya. Siap-siap saja menerima mendengar makian cabul atau bernada merendahkan lainnya dari mulut mereka.

Aku jadi teringat akan sebuah humor tentang sopir angkot yang ugal-ugalan. Dikisahkan sopir angkot tersebut menghadap malaikat pada hari kematiannya. Ketika ditanya oleh malaikat, apakah mau masuk surga atau neraka, dengan entengnya sopir tersebut menjawab ingin masuk surga. Alasannya, selama ia mengemudi, para penumpangnya jadi banyak yang taat dan berdoa kepada Tuhan (minta diberi keselamatan selama perjalanan). :mrgreen:



Taman di Medan Jadi Lokasi Pacaran Pelajar

Sekali waktu berjalan-jalanlah ke taman-taman kota yang tersebar di Kota Medan. Pada saat jam tertentu, jangan terkejut jika melihat dua orang pelajar berlainan jenis tanpa sungkan memperlihatkan kemesraan. Pemandangan yang belakangan seperti begitu akrab di mata publik ini, haruskah terus dibiarkan?
“Banyaknya taman-taman di Kota Medan yang dijadikan tempat “pacaran” oleh sejumlah pelajar harus menjadi perhatian yang serius oleh segenap pihak, baik itu pemerintah kota, hingga orangtua.


Proses Kognitif, Motivasi dan Tujuan Instruksional


Proses pengenalan diri dapat dilihat dengan kognitif  seseorang dan bagaimana respon yang akan seseorang itu keluarkan ketika kita melakukan pengenalan diri. Respon yang diberikan seseorang itu berupa motivasi orang itu terhadap penilaian yang diberikan orang lain. Salah satu teori yang membahas tentang proses pengenalan diri berupa koginsi ialah :
Teori Kognitif Sosial Bandura
Teori kognitif sosial menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Bandura mengembangkan model determinisme resiprokal yang terdiri dari tiga faktor utama: perilaku, person/kognitif, dan lingkungan. Dalam model determinisme resiprokal faktor kognitif/person, faktor lingkungan, dan faktor perilaku saling mempengaruhi satu sama lain. Artinya faktor-faktor ini bisa saling berintraksi untuk mempengaruhi pembelajaran. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi, pemikiran dan kecerdasan.
MOTIVASI
Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artimya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan berrtahan lama.
Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik
Motivasi Ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman .Sedangkan Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri.

Apa yang membuat seseorang menentang pendapat tentang dirinya ketika kita membuat sebuah pembelajaran seperti cara penilaian diri Johari Windows ?
 Asumsi sementara saya : Menurut saya, yang membuat seseorang menentang pendapat tentang dirinya ketika temannya menyebutkan salah satu karakter negatifnya lah contohnya, mungkin karena ada motivasi dalam dirinya yang mendorong ia melakukan penentangan itu. Seakan ia tidak merasa kalau ternyata dirinya seperti itu.
Sumber : Santrock., J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group